September 12, 2009

Life and Death...

Senin, 20 Juli 2009




Human is mortal creature. We will die, eventually…
No matter who, what, or where we are… it’ll come, someday,…

It’s the biggest secret that only the Almighty who knows…
‘though there were so many fortune-tellers, no one cud predict when it will come…

Kemaren, lagi gegoleran gag jelas ngabisin sore di atas kasur, datang orang panggil saya untuk periksa pasien. Seorang bapak, 47 tahun, baru datang sejak seminggu belakangan di kampung ini sebagai salah satu konsultan proyek dermaga. Dengan keluhan, secara tiba-tiba, badannya terasa kaku, sulit untuk bergerak, perasaan seperti melayang, dengan perasaan takut untuk menggerakkan badan, karena dia merasa kalo bergerak, seketika akan kejang-kejang. Fortunately, status kesadaran baik (CM).
Setelah ditelusuri, sepagian si bapak makan 2 kepala durian habis, sendirian.

Setelah saya beri terapi, berangsur-angsur membaik. Tapi, tetap saya saranin untuk memeriksakan ke Rumah Sakit untuk lebih mengetahui status kesehatannya (hiperlipidemia?).
Kebetulan, malamnya, ada kapal yang akan berangkat ke Ibukota.
Meski sedikit lebay, si bapak sempat bilang, secara, dia baru pertama kali mendapat “serangan” seperti itu. Sempat terbersit di pikirannya, kalo dia menjelang ajal.

Saya gag bisa komen apa-apa, secara, pertama periksa, saya sedikit khawatir, jangan-jangan si bapak mengalami serangan CVA.

Alhamdulillah, apa yang saya khawatirin gag juga terjadi.

Si bapak ngaku, selama ini gag pernah terlalu memperhatikan apa yang dia makan, secara, sering bepergian untuk mengerjakan proyek-proyek pembangunan yang selalu berpindah-pindah, asupan makan yang dikonsumsi tergantung apa yang ada.

Few days before, saya sempat pergi ke kampung sebelah, diminta untuk memeriksa – memberi terapi seorang pasien, bayi berusia 7 bulan yang sudah 2 minggu mederita demam, dan mulai 3 hari sebelum saya datang mulai mengalami kejang – kejang.
Karena keterbatasan alat dan obat, saya hanya bisa memberinya infus, tanpa obat-obatan anti kejang, karena tidak tersedia, ada juga sediaan tablet, tapi… karena kejang, mulut si bayi seperti terkunci, mau dipaksa, salah-salah malah aspirasi.

Dari awal saya periksa, sudah saya saranin ke keluarga, untuk berangkat ke Rumah Sakit, secara, si bayi bukan kejang biasa, saya curiga Meningitis.

Tapi, di pulau terpencil gini, transportasi keluar pulau musti nunggu jadwal, mau nekat pake perahu dengan 1 mesin, susah juga… ngelewatin ombak dengan bawa bayi, agak mustahil!


Belom lagi, adat istiadat yang melarang bayi untuk dibawa melintas laut… makin susah ajah.

3 malam saya kudu nemenin si bayi, walau terlihat stabil, tapi kejang masih terus terjadi.

3 hari itu juga, saya cuma mandi, tanpa ganti baju…hihihii… secara, waktu berangkat, saya kira cuma lihat pasien, beri terapi, terus balik (jadi gag bekal baju ganti)…ehhhh… kok, malah parah… mau saya tinggal juga ga etis.

Jangan- jangan, dia gag brenti kejang gara-gara mencium aroma pakaian saya yang aduhai
… heheh…


Singkatnya, si bayi akhirnya meninggal dunia. (Inna lillahi!)
Yah, saya kira, memang keadaan tubuhnya yang makin lemah, berhari-hari tanpa ada nutrisi bisa masuk.

Ummm,… lah kok malah jadi kayak presentasi kasus…. Bosen!!!


Beberapa hari kemaren, waktu saya sedang (numpang!) makan di rumah Pak Mantri, doi seketika jadi anchor, kasih berita tentang Bom di Jakarta.
Dengan jumlah korban 9 orang.
Inna lillahi!!!
Setelah beberapa tahun belakangan udah lumayan adem, sekarang masih ada ajah orang-orang yang dengan sengaja membunuhi sesama yang kebetulan berada di tempat – waktu yang salah.


Takdir? Memang udah ajalnya orang-orang itu harus kembali?


People do die, eventually…
Some becoz of disease… like I’d seen so many times.

But, when I knew that some of them died becoz of others who had some “stuff” in their mind, I often felt that… it’s just so… wrong and UNFAIR!

Baru aja selesai nonton ulang “1 Liter of Tears”, dan masih tetep leweh di beberapa scenes…. (Cong!!!).


Sedikit terpikir,…

Sementara ada banyak orang-orang yang begitu ingin terus hidup, tapi karena berbagai sebab, harus selesai sedemikian awal.

Di lain tempat masih ada orang yang entah dengan “pemikiran dan ideologi” yang dipercaya, demikian mudah menganggap nyawa manusia tak berharga..

Entah, apa yang membuat mereka merasa berhak menjadi “penentu” umur seseorang yang bahkan mereka tidak kenal, lalu melanjutkan hidup dan berjalan dengan bebas di dunia.
I really wonder how they slept at night.

Padahal, bagaimana kalo misalnya, di antara korban-korban itu ada salah satu anggota keluarganya?


Once again, people do die, eventually…

Atas nama takdir dan kuasa Tuhan, mungkin menjadi alasan.


Sampai pada satu hal, yang makin saya yakini.
I believe in heaven…

Begitu banyak ketidak-adilan di bumi yang kita tinggali.

Pastilah ada sesuatu yang lebih, di masa setelah kita (or at least me!) berhenti menghembuskan nafas di dunia ini.
I just believe…, more becoz’ I need to…


Sekali lagi, ikut-ikutan “signature”-nya Marcell, “Semoga semua makhluk berbahagia”…





PS: Turut berduka cita bagi semua korban… atas kejadian apapun di dunia… And, somehow… I appreciate my life more than ever before… Terima kasih, Tuhan… Alhamdulillah…

2 toyoran:

M. said...

hmmm kirain apaan
ini yg waktu itu mau lo cerita di chat mp?

Manusia Bodoh said...

Buikan M... ni udah didraft kapan minggu dulu...

Masalah yang kemaren... besok dibikin postingan ajah...