Bapak saya bukanlah juragan atau tuan tanah...
Dulu, bapak cuma sebagai karyawan di sebuah BUMN, hingga akhirnya pensiun.
Kalau denger cerita dari PakLe, bapak sebenernya paling pandai di antara semua saudaranya, sempet kuliah di Universitas Negeri yang cukup ternama.
Tapi, baru semester-semester awal, terpaksa harus berhenti karena masalah dana, juga keburu dapet tawaran bekerja.
Bapak saya hijrah ke Bandung dan bekerja beberapa lama, dan akhirnya menikah dengan Mamah.
Mamah pernah cerita, jaman dulu, sebenernya Mamah sempet berniat untuk ikutan bekerja.
Tapi, Bapak mutusin cukup dia aja yang bekerja... Mamah cukup jadi Ibu RT ajah, ngurusin anak-anaknya.
1 tahun pernikahan, kakak saya lahir...
Kalo dari cerita bapak, sebenernya kehamilan kedua (saya) agak diluar rencana...
Singkatnya, jarak kelahiran kakak dan saya cukup deketan... hanya 16 bulan.
Masa kecil saya di kota yang dingin itu, biasa ajah...
Saya dibesarkan dalam lingkungan dan didikan yang sederhana.
Bapak dan Mamah gak pernah memanjakan saya dan saudara dengan benda-benda.
Tapi, bukan berarti hidup kekurangan juga... yah, cukup lah.
Berbagi makanan "enak" menjadi hal yang biasa, dengan kakak dan adik-adik saya.
Sekali-sekali ajah kalo pas bapak baru gajian, makan di restoran, baru bisa makan 1 porsi buat sendiri.
Bapak, di mata saya, adalah seorang pekerja keras.
Berangkat pagi dan baru kembali pulang hampir selalu setelah maghrib.
Saya masih inget tiap bapak pulang dengan motornya, bapak bunyiin klaksonnya khas banget... nungguin saya atau adik bukain pintu garasi.
Pas jadwalnya majalah bulanan dateng, suka gag sabar nungguin bunyi klakson motornya bunyi.
Kadang kalo akhir bulan, saat-saat tutup buku bulanan, baru pulang menjelang tengah malam.
Kalo akhir tahun malah bisa nginep segala di kantor.
Mamah, tipikal ibu rumah tangga biasa.
Rutinitas sehari-hari dari membersihkan rumah, belanja, masak, arisan, nggosip.... yah gitulah.
Mamah ga pernah manjain anak-anaknya secara berlebihan.
Tapi saya masih inget, suatu kali... waktu saya masih SD.
Ketika saya sedang maen sama temen2, ujug2 mamah dateng bawa makan siang, saya disuapin...
Buat orang mungkin biasa ajah, tapi jarang-jarang saya makan disuapin gitu.
Somehow I knew,.... I was loved.
Di sekolah, meski bukan sebagai murid yang populer, tapi saya merasakan masa-masa sekolah dulu selalu jadi masa yang menyenangkan.
Saya menyelesaikan studi dengan banyak memori yang layak untuk dikenang, bersama teman-teman.
Lalu, saya tumbuh dan berkembang jadi diri saya seperti yang sekarang.
As we know... a Gay!
Kalau masih ada yang keukeuh aja bilang, being a gay is by choice...
Saya gag tahu, kapan periode di dalam hidup saya pernah memilihnya.
Yang saya ingat, saya gag pernah tertarik (sexually) sama makhluk yang namanya perempuan...
Menjadi seorang gay bisa dibilang seperti hidup di dunia yang sepi.
I didn't know much about what I really felt.
Ada saatnya, saya berusaha menyangkal, dan menahan apa yang saya rasa.
Tapi tak pernah bisa.
Seringkali, saya berpikir... apa penyebab dari ini semua?
Tapi, tak pernah ada jawabnya.
Dan saya gag pernah bisa bertanya,...
Hanya menerka, dan akhirnya... berusaha berbaik sangka.
Mencari dan melakukan apapun sebagai pengalih perhatian.
Kadang, saya berharap...
Andai saja saya berasal dari keluarga yang tidak harmonis, dengan bapak yang otoriter dan mama yang sering menghina.
Atau, di sekolah sebagai sasaran ejekan teman sebaya.
Andai masa kecil dan remaja saya berjalan dengan hal-hal yang "mengerikan"
Mungkin saat ini, bisa saya temukan satu jawaban sebagai "kambing hitam" atas apa yang menjadikan saya sebagai seorang homosexual.
As a matter of fact, my childhood was just fine...
Makanya,
Kemaren sempet bapak telpon dan berbasa-basi tanya-tanya tentang proses beasiswa yang sedang saya kejar.
Ujung-ujungnya sih tetep nanyain, gimana kelanjutan dengan yang dikenalin kemaren itu.
Untung, sinyal sedang jelek... ujug-ujug koneksi mati aja gitu, sebelum saya berpanjang-panjang mengarang alesan... hohohohoho
Tapi, sedikit banyak, sampe malem kepikiran terus...
Mungkin bagi sebagian dari "my people" yang akhirnya memilih menikah, sederhananya adalah demi membahagiakan dan membalas jasa orang tua, dan sebagai "pengorbanan" sebagai tanda bakti.
Saya bertanya...
Apakah saya segitu egoisnya, lebih mementingkan "kebahagiaan" saya, daripada "berkorban" demi orang tua saya?
Durhaka-kah saya?
Padahal, (saya rasa banyak temen senasib yang juga merasa)
Menyakiti orang tua adalah hal yang tidak pernah ingin saya lakukan dengan sengaja.
And for a gay, there's no manual and guidance how to be a good (gay) child for your parent...
Nowhere to ask...
That's why I called it like "Living in a very lonely place".
Instead, as a gay, somehow, I instantly feel that I already failed as a child.
I dont know how many nights I had spent in tears, for thinking how to live as what I truly am, without breaking my parent's heart.
It really kills me just to think how I might hurt their heart.
Hidup sebagai seorang gay bukan hal yang mudah...
Di tengah masyarakat yang serta merta menganggap orang seperti saya adalah "menyimpang"
Yang dengan mudah mengatakan bahwa gay adalah para pendosa, dan mereka pasti akan dengan senang hati merujuk pada ayat-ayat di kitab suci.
Sebagian yang berilmu, menganggap menjadi gay adalah penyakit yang bisa disembuhkan.
Dan menganggap itu gampang!
One thing for sure, they just dont (and not willing to) understand how it felt to be one.
Selama ini, saya (dan juga banyak gays over country) berusaha...
Menjadi orang baik, sedikit banyak berguna, dan mungkin bisa memberikan sumbangsih saya pada masyarakat.
Jauh-jauh menjajaki pelosok negeri.
Dengan menuliskannya di blog ini.
Saya sedikit berharap, mungkin ada orang yang bisa melihat, dan mencoba sedikit mengerti.
Menjadi gay bukan berarti melulu tentang sex yang "tidak biasa".
We're also human, have job, trying our best to give something good for community.
And have heart to feel... to wish... to love...
Hopefully, be loved in return...
Balik lagi tentang orang tua, saya selalu mencoba untuk menjadi anak yang berbakti,...
Meski mungkin tak sempurna,...
Semoga Bapak dan Mamah tahu, tak pernah ada sedikitpun keinginan saya untuk menyakiti hatinya...
Saya tetap berusaha...
Ceritanya, sedang hari Ibu nih...
Sore-sore, sambil hujan... nungguin lampu nyala...
Saya ingin berdoa...
"Dengan menyebut nama Allah, Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang...
Ya Allah, Ya Tuhanku... Ampunilah dosaku... dan dosa kedua orang tuaku...
Sayangilah mereka seperti mereka menyayangiku... sewaktu aku kecil"
PS: Amiin...